Sabtu, 12 September 2015

Harapan dan Tantangan UNM

UNM adalah salah satu kampus terkemuka di kawasan Timur Indonesia. Kampus orange atau terkadang disematkan idiom kampus pencetak Oemar Bakri merayakan dies natalis-nya ke-54 tepatnya pada 1 Agustus 2015. Ini berarti bahwa keberadaan kampus ini sudah cukup lama yang tentunya berarti pula bahwa kampus ini telah memberikan sumbangsih yang besar bagi perkembangan pendidikan dalam rangka mencerdaskan anak-anak pertiwi, khususnya di Sulawesi Selatan maupun di Indonesia bagian Timur.
Meskipun sudah mencapai umurnya yang ke-54, namun penyebutan nama kampus ini masih sering salah. UNEM, UNENG atau nama IKIP pun masih sering terdengar untuk menyebutkan nama dari kampus yang sejak tahun 1999 telah menasbihkan diri berubah nama menjadi UNM setelah memperebutkan nama tersebut bersama dengan IKIP Medan, IKIP Malang dan IKIP Manado.
Quo Vadis
Keberadaan UNM hingga sekarang ini sebagai salah satu LPTK, ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Semula IKIP Makassar sebagai Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dari Universitas Hasanuddin, berdasarkan SK Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) 1 Agustus 1961 s.d 31 Agustus 1964, berdasarkan SK Menteri PTIP No. 30 Tahun 1964 Tanggal 1 Agustus 1961. September 1964 s.d. Januari 1965 berstatus IKIP Yogyakarta cabang Makassar, berdasarkan SK Menteri PTIP No. 154 Tahun 1965 Tanggal 1 September 1965. Pada tanggal 5 Januari s.d. 3 Agustus 1999, berstatus mandiri dengan nama IKIP Makassar, berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 272 Tahun 1965 tanggal 5 Januari 1965.
Pada fase ini, sejak 1 April 1972, IKIP Makassar berubah menjadi IKIP Ujungpandang dengan mengikuti perubahan nama Kotamadya Makassar menjadi Kotamadya Ujungpandang. Kemudian 4 Agustus 1999 sampai sekarang berstatus universitas dengan nama Universitas Negeri Makassar (UNM) berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 93 Tahun 1999 tanggal 4 Agustus 1999.
Sejak berubah nama dari IKIP Ujung Pandang ke UNM Makassar, berbagai perubahan penting yang terjadi di kampus Oemar Bakrie ini. Salah satu yang sangat mendasar adalah alumni dari kampus ini tidak hanya menjadi tenaga pengajar saja tapi juga menjadi tenaga profesional lainnya. Hingga sekarang UNM menaungi 9 fakultas. Di antaranya FIP, FIS, FIK, FE, FPSi, FSD, FBS, FMIPA dan FT.
Tantangan
UNM yang ber motto kan “Tetap Jaya dalam Tantangan” terus berbenah, yang paling nyata sekarang adalah kesiapan infrastruktur dengan berdirinya Menara Phinisi sebagai salah satu gedung pencakar langit di Kota Makassar. S\selain itu gedung-gedung lainnya seperti gedung Tellu Cappa di Pasca Sarjana, Gedung FE, Gedung FMIPA dan berbagai sarana pendukung lainnya berhasil dibangun.
Selain itu berbagai program yang dilaksanakan oleh UNM, misalnya Program Pengembangan Profesi Guru (P3G) merupakan bukti bahwa LPTK ini masih menjadi tumpuan dalam mencetak tenaga pendidik.
Berlakunya Undang-Undang No 14 tahun 2015 tentang Guru dan Dosen memberikan tantangan bagi LPTK termasuk UNM. Sebelum berlakunya UU tersebut profesi guru bersifat “tertutup” artinya hanya orang lulusan LPTK yang bisa menjadi guru.
Selain itu tantangan UNM setelah berlakunya UU tersebut sebagaimana yang termuat dalam pasal 12 UU tersebut bahwa setiap orang berhak diangkat menjadi guru dalam satuan pendidikan tertentu jika memiliki sertifikat pendidik, ini berarti bahwa UNM sebagai LPTK tidak lagi menjadi pengemban tunggal dalam mempersiapkan dan mencetak tenaga pendidik.
Dengan demikian peluang bagi lulusan LPTK menjadi berkurang sebab harus “bersaing” dengan mereka yang berasal dari non LPTK. Jika tidak daintisipasi oleh LPTK, termasuk UNM maka akan ada kemungkinan suatu saat eksistensi LPTK termasuk UNM menjadi hilang. Selain tantangan tersebut tantangan internal UNM yang tidak kalah rumitnya adalah tantangan klasik yang tidak berujung yakni seringnya terjadi tawuran antar mahasiswa yang jelas memperburuk citra UNM sebagai kampus pencetak pendidik.
Tahun Politik
Tahun 2015 bukan hanya tahun politik bagi Indonesia secara umum karena pada tanggal 9 Desember Pemilihan Kepala Daerah serentak digelar. Namun bagi sivitas Akademik UNM, hajatan politik nasional itu bukanlah moment politik yang paling penting dan seakan“tidak menarik” untuk ditunggu hasilnya. Bagi Sivitas Akademika UNM hajatan politik lima tahunan di internal UNM untuk memilih suksesor Arismunandar adalah adalah momen yang lebih membutuhkan “energi” dan sangat ditunggu siapakah yang akan menjadi Rektor UNM yang ke 10.
Pemilihan pimpinan (rektor, red) di lembaga pendidikan memang selayaknya tidak memiliki kesamaan dengan pemilihan jabatan Legislatif ataupun eksekutif. Pemilihan pimpinan di lembaga pendidikan selayaknya jauh dari aroma KKN yang selama ini masih sangat akrab dengan pemilihan legislatif maupun eksekutif. Pemilik hak suara untuk menentukan Nakhoda Phinisi (baca UNM, red) adalah pemilih cerdas yang tentunya tidak akan memilih hanya karena memiliki latar belakang jurusan atau fakultas yang sama, karena se-suku, se-agama, karena sekampung, karena keluarga apalagi karena serangan fajar nya lebih banyak daripada calon lainnya sebagaimana yang banyak “menghipnotis” yang empunya suara di pemilihan legilatif dan eksekutif.
Dengan segala peran dan tanggung jawabnya, idealnya rektor UNM yang terpilih harus berorientasi melayani, meninggalkan kepentingan-kepentingan golongan dalam merumuskan kebijakan yang dapat menguntungkan bersama. Dalam mengemban tugas haruslah memiliki karakteristik yang bersih disetiap tindakan, visioner pada perubahan, profesional dari sisi akademis maupun managerial institusi. Rektor harus bisa mengayomi mahasiswa dan membangun suasana akademik yang harmonis, tanpa menghilangkan daya kritis mahasiswa yang tumbuh alami di organisasi kampus. Sehingga mampu menjalin kerjasama yang elegan dan egaliter dengan semua pihak yang terkait dengan universitas seperti dosen, karyawan, dan mahasiswa.
Keberhasilan UNM dalam mewujudkan visi dan misi dan menjawantahkan motto-nya hingga sekarang ini, tentunya patut diapresisasi. Rektor hanyalah salah satu unsur yang akan menentukan arah UNM kedepan. UNM yang memiliki Gedung Phinisi sebagai destinasi kebanggaannya juga selayaknya dipimpin oleh nakhoda yang visioner dan mampu menerjemahkan motto UNM.
Congratulation UNM-ku, UNM-ta, UNM kita semua……Tetap jaya dalam tantangan. (*)
Oleh;
Bahri
Dosen Sejarah FIS UNM/Mahasiswa Program Doktoral UNJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar