Sabtu, 12 September 2015

Menjadi Aktor Negara

Apakah cita-cita kemerdekaan sebuah bangsa sudah tercapai, ataukah justeru semakin menjauh, sangat sederhana untuk mengukurnya. Pertama, simaklah cita-cita kemerdekaannya yang termaktub dalam konstitusi negara bersangkutan. Kedua, bandingkan kehidupan rakyatnya, dengan kualitas dan tingkat kehidupan bangsa lainnya yang memiliki usia kemerdekaan yang relatif sama.
Penjelasan pertama untuk negara Indonesia, sudah sangat jelas termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI. Rinciannya terdiri atas lima tujuan dasar Negara, yaitu: 1. Memberikan perlindungan keamanan bagi setiap Warga Negara Indonesia, kapan pun dan dimana pun berada, 2. Menjaga kedaulatan wilayah negara, 3. Memajukan kesejahteraan umum ( bukan kesejahteraan orang per orang atau hanya kelompok tertentu), 4. Mencerdaskan kehidupan berbangsa. Dalam hal ini, anggraran pendidikan harus teralokasikan minimal 20 persen di APBN mau pun di APBD, 5. Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan.
Sementara itu, untuk mendapatkan penjelasan kedua, maka Bandingkanlah Indonesia dengan negara lain yang seusia, seperti, India, Malaysia, Singapura, dan Tiongkok. Keempat negara tersebut sudah jauh maju meninggalkan Negara Indonesia. Itu artinya, kita lambat merealisasikan amanat konstitusi di banding dengan mereka, dalam hal indeks kemajuan ekonomi negara. Padahal, jika dibanding dengan kekayaan sumber daya alam, kita jauh lebih kaya dari mereka. Artinya, selama ini, telah terjadi kesalahan dalam mengurus negara.
Spirit Kemerdekaan
Slogan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Ke-70 RI kali ini adalah: "Ayo Kerja." Slogan atau tagline tersebut seolah mengharamkan adanya orang yang menganggur tanpa bisa bekerja. Meski pun dalam kenyataannya, secara nasional saat ini jumlah pengangguran kian bertambah. Kepala BPS Pusat, Suryamin mengatakan jumlah pengangguran pada Februari 2015 mengalami peningkatan menjadi 300 Juta Jiwa, jika dibandingkan dengan Agustus 2014 sebanyak 210 ribu jiwa. Sementara itu, data Februari 2015 menunjukkan jumlah pengangguran dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk tingkat pendidikan tinggi telah mencapai 7,4 Juta orang.
Di sisi lain, jumlah orang kaya di Indonesia untuk kelas dunia, justeru tidak berkurang. Diperkirakan (sesuai Data Bank Dunia), pertumbuhan jumlah orang kaya di Indonesia hingga tahun 2016, bakal mencapai 123 persen.
Pada tahun 2013, nama orang kaya Indonesia yang masuk dalam daftar orang terkaya di dunia bertambah menjadi 25 orang. Padahal tahun sebelumnya hanya terdapat 17 orang. Beberapa nama itu antara lain taipan properti Ciputra dengan kekayaan USD 1,5 miliar. Konglomerat pemilik usaha ban Sjamsul Nursalim (peringkat 1175) dengan kekayaan USD 1,2 miliar. Konglomerat kelapa sawit Lim Hariyanto (peringkat 1.268) dengan kekayaan USD 1,1 miliar, Benny Subianto pebisnis Batu Bara juga masuk dengan kekayaan USD 1,1 miliar (www.voa-islam.com. Februari 2015).
Kesenjangan antara yang kaya dan miskin tersebut, tercermin pada angka Gini Rasio yang cukup memprihatinkan, yaitu 0,43 persen. Ambang batas peringatan bahaya adalah 0,40. Gejolak di Afrika terjadi ketika angka Gini Rasio menembus 0,45 (pemicu negara gagal).
Dalam pada itu, untuk memaknai spirit kemerdekaan RI maka tugas utama Pemerintah adalah menciptakan keadilan ekonomi. Rakyat miskin harus di kurangi tanpa perlu mengurangi jumlah orang kaya. Namun, senda gurau dan tawa orang kaya, sejatinya tidak melenakan dan melupakan tangis dan penderitaan kaum miskin papa.
Terkait slogan kemerdekaan RI dengan kata: "Kerja," maka simaklah pidato kemerdekaan Jawaharlal Nehru, Bapak Proklamator India yang mengatakan: " ambisi utama orang besar di zaman kita, adalah menghapuskan air mata. Mungkin tugas ini takkan terselesaikan seumur hidup kita. Namun yang jelas, selama masih ada air mata, selama itu pula kita masih harus bekerja. Inilah yang harus kita lakukan, yakni bekerja dan bekerja, guna mewujudkan mimpi kita.
Kolomnis Budiarto Shambazy mengatakan: "sebagian besar dari kita sesungguhnya belum merdeka alias masih dijajah oleh bangsa sendiri." Boleh jadi, mereka yang menjajah itu, adalah mereka yang menikmati kelimpahan kekayaan dengan cara mengangkangi fasilitas negara, membeli kebijakan pemerintah guna memuluskan bisnis kapitalismenya. Mereka memang telah bekerja keras tetapi secara cerdik. Implikasinya, hasil kerja keras mereka, justru telah melebarkan jarak antara yang kaya dan yang miskin. Mereka hanya memperkaya pejabat. Tetapi, disaat bersamaan, memperparah kemiskinan orang miskin.
Peran Keaktoran
Hidup bernegara ibarat menjalankan peran skenario dengan tujuan mulia sebagai bangsa. Sebagai bangsa, kita memiliki tugas Keaktoran berdasarkan grand skenario yang termaktub dalam Konstitusi Negara (UUD 1945) yang rincian jabarannya, terurai dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Tugas kita, adalah memerankan fungsi masing-masing secara baik dan benar. Sekecil apapun.
Ada pemeran utama. Mereka adalah para negarawan dan politisi. Di samping itu, ada pemeran penting lainnya, yaitu para pejabat negara/publik dengan segenap aparaturnya. Tetapi tidak kalah pentingnya, adalah para aktor piguran (pemeran pembantu).
Para pemeran pembantu ini, sekalipun sering dianggap sepele, tetapi sesungguhnya posisi dan peran mereka tidak kalah pentingnya, karena menjadi penopang jalannya sekenario bernegara yang diperankan oleh para aktor utama.
Di samping itu, tentu sebagaian besar dari bangsa ini adalah penonton dan penikmat jalannya sekenario berbangsa yang dilakonkan oleh segenap aktor negara.
Sebagaimana layaknya sebuah peran dalam skenario, maka tentu ada peran baik (aktor utama) yang sejatinya menjadi pemenang atas nama keadilan dan kebenaran. Namun, kita harus menyadari, bahwa pasti juga ada peran buruk yang dilakonkan oleh para penjahat. Mereka (para penjahat itu), sejatinya harus kalah. Masalahnya kemudian, kalau hingga saat ini, justru para aktor penjahat itulah yang menang. Kalau itu yang terjadi saat ini, maka panggung sandiwara dalam bernegara, tidak boleh terhenti, hingga para aktor utama dalam bernegara memenangkan peran konstitusinya. Ketika itu terjadi/tercapai, maka pantaslah kalau para penonton memberikan tepuk tangan yang ramai. Bila perlu, bertepuk tangan sambil berdiri (standing applause). Tetapi mungkinkah itu dan kapan? Wallahu a'lam bishawwabe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar