Memperingati Hari Olahraga Nasional (Haornas) yang jatuh pada tanggal 9 September 2015 diharapkan menjadi momentum untuk introspeksi diri bagi segenap stakeholder olahraga di negeri ini, terutama di bawah pemerintahan Jokowi-JK. Ini mengingat catatan pencapaian prestasi olahraga Indonesia dalam kondisi yang memprihatinkan dan merosot.
Belum hilang dalam ingatan, beberapa waktu yang lalu dalam sebuah perhelatan SEA Games 2015 di Singapura, Indonesia hanya mampu bertengger pada posisi kelima hingga akhir klasemen dengan perolehan total medali 182 yang terdiri atas 47 medali emas, 61 perak, dan 74 perunggu. Tentu saja hal tersebut berbanding terbalik dengan pencapaian prestasi Negeri Gajah Putih, Thailand, yang tampil sebagai juara umum dengan raihan total medali 247 yang terdiri atas 95 medali emas, 83 perak, dan 69 perunggu.
Sesungguhnya Negara Indonesia tercinta ini adalah negara yang dominan di Asia Tenggara dalam hal populasi dan kekuatan ekonomi, apalagi jika hanya dibandingkan dengan Negara Thailand. Indonesia berpenduduk tiga kali lipat dari jumlah penduduk Thailand, dan juga ekonomi yang hampir dua kali lebih besar. Dibanding Vietnam, Indonesia berpenduduk dua kali lipat, dengan kekuatan ekonomi yang besarnya empat kali lipat.
Tetapi sangatlah mengherankan prestasi olahraga negeri ini masih saja terpuruk dan sangatlah sulit dipahami bagaimana Thailand dan Vietnam secara konsisten dapat mengungguli Indonesia dalam olahraga internasional seperti SEA Games dan Asian Games.
Tentunya kemerosotan prestasi olahraga kita ini harus menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya paling tidak harus ada sinergi yang kuat antara pemerintah dan para pemangku kepentingan olahraga untuk membenahi prestasi Indonesia yang hanya menempati peringkat lima di SEA Games 2015 Singapura ditambah dengan banyaknya konflik-konflik internal pada sejumlah kepengurusan olahraga Indonesia di sejumlah cabang olahraga, sebut saja yang paling santer adalah masalah PSSI, dan sebagainya.
Hari olahraga nasional kali ini mesti menjadi ajang untuk bersikap dan berbuat sehingga bisa keluar dari keterpurukan prestasi olahraga di republik ini. Sekali lagi bahwa kuncinya adalah harus ada sinergi yang kuat, jujur, dan terbuka antara pemerintah dengan stakeholder olahraga antara lain KOI, KONI, PRIMA serta masing-masing Pengurus Besar (PB) atau Pengurus Pusat (PP) masing-masing cabang olahraga untuk melakukan evaluasi setelah SEA Games 2015, dan jangan hanya pintar saling menyalahkan antara satu dan lainnya.
Kini sejumlah agenda event besar olahraga internasional telah menunggu implementasi dari langkah sinergi itu sekaligus sebagai persiapan menghadapi Olimpiade 2016 Rio de Janeiro Brasil, SEA Games 2017 Malaysia, dan Asian Games 2018 Indonesia sebagai tuan rumah.
Kini saat yang tepat prestasi olahraga nasional di bawah komando Menpora Imam Nahrawi untuk berubah menjadi lebih baik dan jangan hanya terus mendapat kritikan pedas dari masyarakat Indonesia. Sekarang pula adalah saat yang baik dalam suasana memperingati Haornas yang ke-32 ini, Menteri Pemuda Dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi untuk lebih peka terhadap persoalan olahraga di Tanah Air. Sebab, saat ini tidaklah bisa dipungkiri, banyak olahraga dipolitisasi berbagai pihak untuk kepentingan tertentu. Akibatnya, olahraga Indonesia tak maju-maju karena terjerembab dalam hal konflik.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa kondisi olahraga Indonesia saat ini makin tidak kondusif? Jawabannya karena sekarang olahraga dipolitisasi. Orang-orang yang tak memiliki kompetensi masih saja dibiarkan mengendalikan olahraga. Sehingga akibatnya bisa fatal, olahraga kita terkebiri dan tersandera oleh kepentingan-kepentingan orang tertentu dan ini pula yang membuat terjadi perpecahan dalam induk organisasi cabang olahraga.
Coba kita lihat secara seksama dalam kondisi terkini bahwa tampilnya orang politik dalam olahraga tak didasari landasan yang kuat dalam bidang keolahragaan. Hal ini pun bisa kita lihat dari banyaknya cabang olahraga yang mengalami konflik, sepak bola (PSSI), balap sepeda, tenis meja, taekwondo dan bulu tangkis, dan lain-lain sebagainya.
Kita pun sebenarnya prihatin dengan peran Menpora yang berkesan hanya lebih banyak mengurusi sepak bola padahal seharusnya Menpora semestinya bertugas memajukan olahraga secara keseluruhan, bukan hanya sepak bola saja. Oleh karena itu, sudah cukuplah pesta olahraga se-asia tenggara atau dikenal dengan SEA Games XXVIII di Singapura beberapa waktu lalu itu menjadi prestasi terpuruk negeri ini. Selanjutnya seiring dengan bergulirnya waktu maka semua harus sadar untuk memajukan olahraga Indonesia.
Padahal Indonesia yang pada medio 1970-an sampai 1990-an begitu dominan dalam kancah olahraga di Asia Tenggara tetapi kini harus berusaha sekuat tenaga menancapkan kukunya agar tidak terlempar dari persaingan yang sengit dan melelahkan. Apalagi jika melihat peta kekuatan rival utama Indonesia kini bukan hanya Thailand, tetapi juga Vietnam yang semenjak SEA Games 2003 tidak pernah terlempar dari tiga besar. Malaysia, Singapura, Filipina dan Myanmar pun terus mengintai untuk sewaktu-waktu berkekuatan untuk menarik baju Indonesia ke belakang dalam setiap sesi perlombaan ‘adu gengsi’ di ranah olah raga.
Kini setelah carut-marut olahraga Indonesia bermunculan, saatnyalah kita mencoba menggali sedikit, apa yang salah dari olahraga Indonesia? Kenapa pula kini kita semakin sulit bersaing dalam olah raga internasional, bahkan dalam ruang lingkup level yang terkecil yaitu zona Asia Tenggara?
Bisa saja karena banyak hal yang bisa ditunjuk sebagai kambing hitam, tetapi izinkan saya untuk menjawabnya dengan kata bahwa yang paling krusial adalah ketersediaan dana. Sebab dunia olah raga masa kini amatlah sangat membutuhkan anggaran besar, dan jauh lebih butuh dibandingkan masa-masa sebelumnya. Dalam perspektif olahraga di Indonesia, terutama dalam persaingan di Asia Tenggara, kita bisa terjemahkan bahwa ‘ketersediaan dana’ tersebut menjadi ‘anggaran dana pemerintah untuk sektor olahraga’ masih sangat minim jika dibandingkan anggaran rival utama kita, Thailand. Semoga pemerintah tersadarkan akan hal ini dan olahraga Indonesia bisa keluar dari kemerosotan prestasi. Selamat Hari Olahraga Nasional, bravo olahraga!(*)
Belum hilang dalam ingatan, beberapa waktu yang lalu dalam sebuah perhelatan SEA Games 2015 di Singapura, Indonesia hanya mampu bertengger pada posisi kelima hingga akhir klasemen dengan perolehan total medali 182 yang terdiri atas 47 medali emas, 61 perak, dan 74 perunggu. Tentu saja hal tersebut berbanding terbalik dengan pencapaian prestasi Negeri Gajah Putih, Thailand, yang tampil sebagai juara umum dengan raihan total medali 247 yang terdiri atas 95 medali emas, 83 perak, dan 69 perunggu.
Sesungguhnya Negara Indonesia tercinta ini adalah negara yang dominan di Asia Tenggara dalam hal populasi dan kekuatan ekonomi, apalagi jika hanya dibandingkan dengan Negara Thailand. Indonesia berpenduduk tiga kali lipat dari jumlah penduduk Thailand, dan juga ekonomi yang hampir dua kali lebih besar. Dibanding Vietnam, Indonesia berpenduduk dua kali lipat, dengan kekuatan ekonomi yang besarnya empat kali lipat.
Tetapi sangatlah mengherankan prestasi olahraga negeri ini masih saja terpuruk dan sangatlah sulit dipahami bagaimana Thailand dan Vietnam secara konsisten dapat mengungguli Indonesia dalam olahraga internasional seperti SEA Games dan Asian Games.
Tentunya kemerosotan prestasi olahraga kita ini harus menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya paling tidak harus ada sinergi yang kuat antara pemerintah dan para pemangku kepentingan olahraga untuk membenahi prestasi Indonesia yang hanya menempati peringkat lima di SEA Games 2015 Singapura ditambah dengan banyaknya konflik-konflik internal pada sejumlah kepengurusan olahraga Indonesia di sejumlah cabang olahraga, sebut saja yang paling santer adalah masalah PSSI, dan sebagainya.
Hari olahraga nasional kali ini mesti menjadi ajang untuk bersikap dan berbuat sehingga bisa keluar dari keterpurukan prestasi olahraga di republik ini. Sekali lagi bahwa kuncinya adalah harus ada sinergi yang kuat, jujur, dan terbuka antara pemerintah dengan stakeholder olahraga antara lain KOI, KONI, PRIMA serta masing-masing Pengurus Besar (PB) atau Pengurus Pusat (PP) masing-masing cabang olahraga untuk melakukan evaluasi setelah SEA Games 2015, dan jangan hanya pintar saling menyalahkan antara satu dan lainnya.
Kini sejumlah agenda event besar olahraga internasional telah menunggu implementasi dari langkah sinergi itu sekaligus sebagai persiapan menghadapi Olimpiade 2016 Rio de Janeiro Brasil, SEA Games 2017 Malaysia, dan Asian Games 2018 Indonesia sebagai tuan rumah.
Kini saat yang tepat prestasi olahraga nasional di bawah komando Menpora Imam Nahrawi untuk berubah menjadi lebih baik dan jangan hanya terus mendapat kritikan pedas dari masyarakat Indonesia. Sekarang pula adalah saat yang baik dalam suasana memperingati Haornas yang ke-32 ini, Menteri Pemuda Dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi untuk lebih peka terhadap persoalan olahraga di Tanah Air. Sebab, saat ini tidaklah bisa dipungkiri, banyak olahraga dipolitisasi berbagai pihak untuk kepentingan tertentu. Akibatnya, olahraga Indonesia tak maju-maju karena terjerembab dalam hal konflik.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa kondisi olahraga Indonesia saat ini makin tidak kondusif? Jawabannya karena sekarang olahraga dipolitisasi. Orang-orang yang tak memiliki kompetensi masih saja dibiarkan mengendalikan olahraga. Sehingga akibatnya bisa fatal, olahraga kita terkebiri dan tersandera oleh kepentingan-kepentingan orang tertentu dan ini pula yang membuat terjadi perpecahan dalam induk organisasi cabang olahraga.
Coba kita lihat secara seksama dalam kondisi terkini bahwa tampilnya orang politik dalam olahraga tak didasari landasan yang kuat dalam bidang keolahragaan. Hal ini pun bisa kita lihat dari banyaknya cabang olahraga yang mengalami konflik, sepak bola (PSSI), balap sepeda, tenis meja, taekwondo dan bulu tangkis, dan lain-lain sebagainya.
Kita pun sebenarnya prihatin dengan peran Menpora yang berkesan hanya lebih banyak mengurusi sepak bola padahal seharusnya Menpora semestinya bertugas memajukan olahraga secara keseluruhan, bukan hanya sepak bola saja. Oleh karena itu, sudah cukuplah pesta olahraga se-asia tenggara atau dikenal dengan SEA Games XXVIII di Singapura beberapa waktu lalu itu menjadi prestasi terpuruk negeri ini. Selanjutnya seiring dengan bergulirnya waktu maka semua harus sadar untuk memajukan olahraga Indonesia.
Padahal Indonesia yang pada medio 1970-an sampai 1990-an begitu dominan dalam kancah olahraga di Asia Tenggara tetapi kini harus berusaha sekuat tenaga menancapkan kukunya agar tidak terlempar dari persaingan yang sengit dan melelahkan. Apalagi jika melihat peta kekuatan rival utama Indonesia kini bukan hanya Thailand, tetapi juga Vietnam yang semenjak SEA Games 2003 tidak pernah terlempar dari tiga besar. Malaysia, Singapura, Filipina dan Myanmar pun terus mengintai untuk sewaktu-waktu berkekuatan untuk menarik baju Indonesia ke belakang dalam setiap sesi perlombaan ‘adu gengsi’ di ranah olah raga.
Kini setelah carut-marut olahraga Indonesia bermunculan, saatnyalah kita mencoba menggali sedikit, apa yang salah dari olahraga Indonesia? Kenapa pula kini kita semakin sulit bersaing dalam olah raga internasional, bahkan dalam ruang lingkup level yang terkecil yaitu zona Asia Tenggara?
Bisa saja karena banyak hal yang bisa ditunjuk sebagai kambing hitam, tetapi izinkan saya untuk menjawabnya dengan kata bahwa yang paling krusial adalah ketersediaan dana. Sebab dunia olah raga masa kini amatlah sangat membutuhkan anggaran besar, dan jauh lebih butuh dibandingkan masa-masa sebelumnya. Dalam perspektif olahraga di Indonesia, terutama dalam persaingan di Asia Tenggara, kita bisa terjemahkan bahwa ‘ketersediaan dana’ tersebut menjadi ‘anggaran dana pemerintah untuk sektor olahraga’ masih sangat minim jika dibandingkan anggaran rival utama kita, Thailand. Semoga pemerintah tersadarkan akan hal ini dan olahraga Indonesia bisa keluar dari kemerosotan prestasi. Selamat Hari Olahraga Nasional, bravo olahraga!(*)
Oleh :
DR. Wahyudin Mpd
Dosen Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu Keolahragaan UNM
DR. Wahyudin Mpd
Dosen Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu Keolahragaan UNM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar